
Sirah Nabi
Hari-hari ini kita sedang berada dalam bulan Rabi’ul Awal, bulan lahir Nabi agung Muhammad Shalla Allah ‘alaih wa sallama. Bulan ini juga disebut sebagai bulan maulid. Istilah maulid—hari lahir– biasa juga disebut milad, maulud, atau mulud dalam bahasa Jawa. Maulid Nabi untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, gubernur Irbil, Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193). Kalangan Sunny merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal, dan Syi’ah pada tanggal 17 Rabiul Awal bertepatan dengan hari ulang tahun Jakfar al-shadiq, imam Syi’ah yang keenam.
Negara-negara mayoritas muslim biasanya menjadikan hari maulid Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama sebagai hari libur, kecuali Saudi Arabiyah. Untuk perayaan Maulid Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama, Dr Nico Kaptein, Belanda menulis buku khusus tentang perayaan Maulid Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama dengan judul: Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW: Asal Usul dan penyebaran Awalnya; Sejarah di Maghrib dan Spanyol Muslim sampai abad ke-10/ke-16. Buku ini diterbitkan oleh INIS, tahun 1994. Di dalamnya dibahas perdebatan Imam Jalal al-Din al-Suyuthy mengenai kebolehan dan kebid’ahan maulid lewat karyanya: Husn al-Maqshid fi ‘amal al-Maulid. Ada banyak karya ulama mengenai sejarah lahir dan sepak terjang Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama. Imam al-Waqidy menulis kitab al-Maghazy yang di dalamnya dibahas mengenai sejarah perang yang dipimpin oleh Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama . Ibnu Hisyam menulis kitab Sirah al-Nabawiyah yang sangat terkenal itu. Kitab ini sangat detail membahas seluruh kehidupan Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama, sejak lahir, remaja, hingga menjadi “rasul, utusan Allah Swt. Bahkan hingga wafatnya Nabi. Sejarah keluarga besar Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama hingga silsilah buyut beliau sampai kepada nabi Ibrahim alaih al-salam.
Sayyed Hossein Nasr, pemikir Muslim kontemporer juga menulis buku kecil tapi berdampak besar dengan judul: The Last Holy Prophet and Universal Man. Nabi Muhammad Shalla Allah ‘alaih wa sallama sebagai rasul, dan manusia agung. A good muslim must have some nobility and generosity wich always reflect this aspect of the personality of the Holy Prophet Muhammad shalla Allah ‘alaih wa sallama.
Dr Ali Syari’ati juga menulis buku Muhammad saw Khatim al-Nabiyyin min al-hijrat hatta al-wafat, 1989. Buku ini menjelaskan sisi manusiawi Nabi Saw. Salah satu kisah menarik adalah ketika Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama melakukan persiapan hijrah ke Medinah bersama dengan sahabat terkasih Abu Bakar al-Shiddiq. Abu Bakar sebelumnya sudah mempersiapkan dua onta, satu untuk Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama, dan yang satunya lagi untuk dirinya sendiri. Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama tidak mau menerima begitu saja pemberian Abu Bakar, tapi beliau membeli onta tersebut dengan harga kesepakatan mereka berdua. Hal ini memberi pelajaran yang luar biasa untuk umatnya. Bahwa dalam keadaan apa pun juga, kita harus menjaga marwah, kehormatan diri . Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama selalu melantunkan do’a: Allahumma inni as’aluka al-‘iffat wa al-ghina, ya Allah aku memohon kepada-Mu agar senantiasa memberiku petunjuk ke jalan yang benar, kekuatan untuk menjaga kehormatan diri, dan kelapangan dada. Kalau orang Amerika biasa berucap: “tidak ada makan siang gratis”. Mestinya kita mencontoh akhlak rasulullah Shalla Allah ‘alaih wa sallama. Dalam sabda Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama: …wa la takunu kalalat-an ‘ala al-nas:… janganlah kalian menjadi “beban” atau tanggungan bagi orang lain. Pada bagian akhir buku ini, Ali Syari’ati dengan sangat indah menulis detik-detik terakhir wafatnya Nabi. pada saat Nabi dengan payahnya menghadapi sakaratul maut, datanglah seorang keluarga Abu Bakar yang di tangannya ada miswak (kayu penggosok gigi). Nabi membuka kedua matanya, dan dilihatnya miswak tersebut. Keadaan Nabi sudah sangat “payah”. Nabi agung ini tidak dapat lagi mengeluarkan kata-kata, tapi A’isyah mengerti bahwa Nabi mengehendaki miswak itu. A’isyah melembutkan ujung-ujung miswak tersebut, lalu diberikannya kepada Nabi. Nabi yang mulia ini menggosok giginya dengan miswak sama kuatnya ketika Nabi masih sehat. Kebersihan adalah bagian dari keimanan Nabi Muhammad Shalla Allah ‘alaih wa sallama.
Martin Ling—belakangan menganut Islam dan berganti nama: Abu Bakr Siraj al-Din—menulis buku: Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources, 1983. Buku ini ditulis dan berkisah tentang sejarah Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama berdasarkan sumber klasik., dari para periwayat abad VII, IX, dan X. Buku ini pernah meraih penghargaan dari pemerintah Pakistan dan terpilih sebagai biografi Nabi berbahasa Inggeris terbaik pada konferensi Sirah Nasional di Islamabad, tahun 1983. Sejak itu karya ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa: Prancis, Italia, Spanyol, Turki, Belanda, Tamil, Arab, Jerman, Urdu, dan Indonesia. Pada tahun 1990, Universitas al-Azhar member penghargaan kepada penulisnya ditandai dengan pemberian bintang kehormatan dari Presiden Hosni Mubarak. Ada banyak kisah yang sangat menarik untuk menjadi pelajaran hidup. Seperti penyerangan raja Abrahah, yang berakhir tragis dengan serangan burung ababil dan pokok bahasan terakhir ketika Nabi dalam sakaratul maut, nabi bergumam ayat Q.S. al-Nisa’ (4): 69; “Dengan keutamaan penduduk surga, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang shaleh. Mereka itulah teman yang paling baik.
Karya-karya lainnya yang membahas biografi Nabi, antara lain:
- Syeikh Muhammad al-Ghazali, Fiqh al-Sirah: Understanding the Life of Prophet Muhammad, 1997.
Ada banyak ekspresi cinta kita kepada Nabi. Mendendangkan lagu dan puisi-puisi sanjungan serta kerinduan kepada beliau. Ziarah ke makam beliau sebagai bentuk hijrah, dst.
Kita harus memahami sirah Nabi secara tepat. Dengan melihat kondisi umat yang terperosot dewasa ini, kajian terhadap sirah Nabi semakin relevan. Mengapa umat pada semua level berdiri pada pojok-pojok peradaban. Tak satu pun negara Islam yang dapat dijadikan referensi sebagai negara maju.
Dalam kitab Fiqih Sirahnya, Muhammad al-Ghazali mengurai sirah Nabi dengan dua metode sekaligus. Pertama, beliau menukil fakta-fakta sejarah dengan riwayat yang shahih. Dipilahnya antara fakta dan mitos sebagaimana Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah-nya. Kedua, mengaitkan sirah Nabi dengan kehidupan kemoderenan kita sekarang ini.
Ada banyak fragmen sejarah yang menarik. Handzalah ibn Aby Amir, gugur di medan perang dalam keadaan junub. Ia masih dalam suasana bulan madu, tetapi begitu mendengar seruan jihad, ia langsung bergegas ke medan jihad. Ia rela melepaskan pelukan sang isteri untuk panggilan jihad. Dan Handzalah pun syahid.
Lain lagi dengan kisah Uthman ibn Affan yang terpaksa tidak ikut perang Badar. Sebab, Uthman harus merawat isteri terkasihnya yang sedang sakit keras, Ruqayyah binti Muhammad Saw. Pada saat pengumuman kemenangan Badar, Ruqayyah sedang dimakamkan di Medinah. Betapa besar pahala menegakkan kalimah Allah dalam perang Badar. Hidup matinya Islam sangat ditentukan pada kemenangan umat Islam pada perang Badar. Akan tetapi menunaikan kewajiban untuk keluarga juga hal yang tak kalah pentingnya. Apakah dengan peristiwa ini, kita bisa membenarkan pandangan bahwa hukum jihad terladang fardhu ‘ain dan bisa jadi pada kondisi tertentu adalah fardhu kifayah.
Sahabat Khabbab ibn al-Mudzir sebagai ahli strategi perang menyarankan kepada Nabi agar pasukan muslimin dalam perang Badar mendekati sumur dan menguasainya. Sehingga, pasukan kafir musyrikin akan kepayahan dan kesulitab sumber mata air. Sebelumnya, Khabbab bertanya kepada Nabi, apakah posisi pasukan kaum muslimin diletakkan pada tempat yang jauh dari sumber air adalah wahyu dari Allah atau hanyalah tipu mushlihat perang. Tipu mushlihat perang, jawab Nabi singkat.
- Dr A’isyah Binti al-Syathi’i, Nisa’u al-Nabi ‘alaih al-shalat wa al-Salam, 2001. Buku ini memuat fenomena poligami dan rahasia-rahasia di bilik rumah nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama.
- Karen Armstrong, Muhammad, A Bioghraphy of the Prophet, 1996.
- Annimarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, 1985. Buku ini memuat penghormatan terhadap Nabi dalam Islam. Buku ini memuat puisi dan karya-karya tasawuf yang memuja Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama.
- Badiuzzaman Said Nursi, Prophet Muhammad’s Miracles, 2003. Buku ini membahas mukjizat Nabi, mengapa nabi memiliki mukjizat. Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi yang paling besar. Dll.
- Abul Hasan ‘Ali al-Hasani al-Nadwi, al-Sirah al-Nabawiyah, 2001. Dalam kata pengantar oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawy, beliau memuji karya al-Nadwi sebagai karya yang otoritatif mengenai sejarah hidup Nabi. terlebih lagi, penulisnya menguasai beberapa bahasa dunia, sehingga tulisannya diperkaya oleh literatur yang sangat otoritatif pula. Pada akhir bukunya, al-Nadwi menulis bab terakhir dengan judul: Lahirnya dunia dan manusia baru serta mengutip ayat Q.S. al-Anbiya’(21): 107: “Dan tidaklah kami mengutus engkau, kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta”.
Cara Nabi menegur dan memperbaiki kesalahan orang lain. Muhammad shalih al-Munajjid, menulis buku dengan judul: al-Asalib al-Nabawiyah fi al-Ta’amul ma’a Akhtha’i al-Nas ( Riyadh, Dar al-Wathan, 1417 H) dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: Cara Nabi Menyikapi Kesalahan Orang Lain ( Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2006). Ada kisah seorang Arab Badui menghadap Nabi untuk menanyakan perkara agama. Tapi lelaki Badui tersebut rambutnya acak-acakan dan giginya “menguning”. Sebelumnya Nabi mempersilakan yang bersangkutan untuk mandi dan menggosok gigi. Pada kesempatan lainnya, Nabi mendapatkan seorang Arab Badui yang kencing dalam masjid. Para sahabat marah, dan mengusir yang bersangkutan keluar masjid. Nabi melarang yang bersangkutan bersikap kasar kepada si Arab Badui tersebut. Larangan Nabi karena kalau yang bersangkutan sedang kencing dan diusir, pastilah kencingnya melebar ke tempat yang lain. Kalau tetap di tempat, maka tempat bekas kencingnya terbatas . Pada hadis lain, ada keterangan bahwa Nabi bertanya kepada Badui tersebut, mengapa ia mengencingi masjid. Jawab Badui, sungguh saya tidak mengetahuinya, saya kira masjid sama saja dengan tanah lapang biasa. Seraya nabi bersabda: “Sesungguhnya masjid manapun tidak pantas dikencingi atau dikotori. Masjid-masjid itu dibangun untuk berzikir kepada Allah, melakukan shalat dan membaca al-Qur’an”. Demikianlah nabi menegur dengan halus, seraya menunjukkan kesalahan orang yang berbuat kesalahan.
Prof M. Quraish Shihab menulis buku menarik dengan judul: Membaca Sirah Nabi dan Hadis-Hadis Shahih, 2011. Buku ini merupakan hasil telaah dan penghayatan selama bertahun-tahun oleh penulisnya. Saya yakin karya ini tentu unik dan mendalam. Unik karena ditulis oleh seorang mufassir kawakan di Asia Tenggara, yang dikenal sebagai ahli tafsir al-Qur’an dan bukan latar belakang pendidikan sejarah Islam. Dan mendalam, sebab Prof Quraish dikenal sebagai seorang sarjana muslim yang dikenal memiliki penguasaan turath/khazanah intelektual Islam klasik yang sangat luas dan mendalam.
Banyak hal yang baru yang diurai dalam buku baru ini, antara lain:
- Shalawat Badar, thala’a al-badr ‘alaina; min thaniyyat al-wada’i, wajaba al-syukru ‘alaina; ma da’a li Allah da’in, ayyuha al-mab’uthu fina, ji’ta bi al-amri al-mutha’i….dst. ternyata shalawat ini didendangkan oleh masyarakat Madinah, pria dewasa, perempuan dan anak-anak, ketika Nabi Saw dan sahabatnya baru saja pulang dari perang Tabuk. Dan bukan ketika Nabi Saw hijrah dari Mekkah ke Medinah sebagaimana selama ini dipahami. Sebab, perjalanan dari Mekkah ke Medinah tidak melewati daerah Thaniyyat al-Wada’i. tapi perjalanan dari Tabuk ke Medinahlah yang melewati wilayah Thaniyyat al-Wada’i. di sinilah pentingnya kita menekuni Athlas al-Hadith. Dari sini, kita dapat memahami letak geografis suatu wilayah. Buku yang ditulis oleh Dr Syauqi Abu Khalil, Athlas al-Hadith al-Nabawy min al-Kutub al-Shihah al-Sittah: amakin, aqwam-un,2003) sangat penting untuk kita telaah lebih lanjut.
- Ke-ummy-an Nabi Muhammad Saw dijadikan senjata oleh para orientalis sebagai kelemahan beliau. Hal ini, terlepas dari konteks masyarakat yang mengitari beliau. Padahal, ummy—tidak tahu baca-tulis dan mengandalkan hapalan itulah kekuatan baginda Nabi Saw. Sebab di tengah masyarakat yang Ummy, orang yang cerdas adalah mereka yang memiliki hafalan yang kuat. Bukan bagi mereka yang memiliki banyak catatan. Sehingga, ada orang tertentu yang menyembunyikan catatan-catatannya karena takut ketahuan tidak dzaky—idiot? ( Lihat Franz Rosental, The Technique and Approach of Muslim Scholarship, Pontificum Institutum Biblicum: 1947).
- Ayat-ayat Gharaniq sebagai fiktif. Yang biasanya dijadikan oleh Monggomery Watt sebagai ayat-ayat setan.
Q.S. al-Hajj ayat 52.
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Penafsiran Prof Quraish Shihab, sebagai berikut:
(Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun) rasul adalah seorang nabi yang diperintahkan untuk menyampaikan wahyu (dan tidak pula seorang nabi) yaitu orang yang diberi wahyu akan tetapi tidak diperintahkan untuk menyampaikannya (melainkan apabila ia membaca) membacakan Alquran (setan pun, memasukkan godaan-godaan terhadap bacaannya itu) membisikkan apa-apa yang bukan Alquran dan disukai oleh orang-orang yang ia diutus kepada mereka. Sehubungan dengan hal ini Nabi saw. pernah mengatakan setelah beliau membacakan surah An-Najm, yaitu sesudah firman-Nya, “Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata, Uzza dan Manat yang ketiganya…” (Q.S. An-Najm, 19-2O) lalu beliau mengatakan, “Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya manfaatnya dapat diharapkan”. Orang-orang musyrik yang ada di hadapan Nabi saw. kala itu merasa gembira mendengarnya. Hal ini dilakukan oleh Nabi saw. di hadapan mereka, dan sewaktu Nabi saw. membacakan ayat di atas lalu setan meniupkan godaan kepada lisan Nabi saw. tanpa ia sadari, sehingga keluarlah perkataan itu dari lisannya. Maka malaikat Jibril memberitahukan kepadanya apa yang telah ditiupkan oleh setan terhadap lisannya itu, lalu Nabi saw. merasa berduka cita atas peristiwa itu. Hati Nabi saw. menjadi terhibur kembali setelah turunnya ayat berikut ini, (“Allah menghilangkan) membatalkan (apa yang ditiupkan oleh setan itu, dan Dia menguatkan ayat-ayat-Nya) memantapkannya. (Dan Allah Maha Mengetahui) apa yang telah dilancarkan oleh setan tadi (lagi Maha Bijaksana) di dalam memberikan kesempatan kepada setan untuk dapat meniupkan godaannya kepada Nabi saw. Dia berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya.
Mungkin juga ayat ini menjadi salah satu ayat yang menginspirasi Salman Rusydi untuk menulis novel: The Satanic Verses yang sangat controversial itu.
Wa Allah a’lam bi al-Shawab.