• Jakarta - Indonesia
PENDIDIKAN
Risalah Perdebatan

Risalah Perdebatan

Rabu malam, 16 mei 2012, saya menonton TV ONE live dengan topik kontroversi Lady Gaga. Acara ini dipandu oleh Karni Ilyas, wartawan senior. Acara ini sangat meriah karena dihadiri oleh banyak tokoh ormas, seperti NU, FBI, Front Pembela Islam, Laskar pembela Islam, para praktisi hukum, LSM. Terlihat lewat layar kaca, K. H. Aqiel Siraj, Nusron Wahid, Munarman, Mahendratta, keduanya kuasa hukum FBI, Eggie Sudjana, Agus S. Awwas, FBI, H. Ridhwan Saidi, budayawan Betawi, dan mantan Ketua PB HMI, Ratna Sarumpaet, ada juga komunitas dan pembela hukum Salihara dan salah seorang Kombes maber polri, Prof Mustafa Ali Ya”qub,dll.

Ada banyak hal yang menarik pada perdebatan itu. Yang sangat mengejutkan adalah polisi dihujat tanpa tedeng aling aling terutama oleh saudara Nusron Wahid. Polisi telah berbuat zholim di republik ini. Ada banyak peristiwa penting, tapi polisi tidak hadir.

Di yogyakata, kantor LKIS dirusak karena dianggap pro Irshad Manji, tokoh lesbian, Kanada kelahiran Uganda. Ia menulis buku yang sangat kontroversial, Allah, Liberty, and Love, dan The Trouble with Islam Today, serta Faith without Fear. Buku The Trouble with Islam Today telah diterbitkan di 30 negara–seperti Arab, Persia, Urdu, malaysia– dan sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, dengan judul : Beriman Tanpa Rasa Takut Tantangan Umat Islam Saat Ini, 2008.

Ridhwan Saidi, tokoh Betawi berkisah tradisi debat diantara para pendahulu kita. H. Agus Salim dituduh sebagai mata-mata Belanda, dan beliau tidak marah. Tapi justeru mengajak orang dan kelompok yang menuduhnya untuk “berdebat” secara akademik. Ada panggung di alun-alun Jogjakarta. Tidak ada kekerasan di sana. Perdebatan berlangsung hangat. Demikian juga perdebatan antara Ahmadiyah dengan Hassan Bandung, ulama dan tokoh Persis. Tokoh Ahmadiyah sebagai lawan debatnya diundang ke Jakarta, dibiayai dan diberi tempat untuk menginap di Jakarta. Perdebatan berlangsung dan tidak ada aksi kekerasan.

BACA JUGA :   Fatwa Cinta

Mungkin juga kita masih ingat perdebatan antara Bung Karno dengan Hassan Bandung dan M. Natsir. Polemik berkepanjangan pun berlangsung di media cetak. Polemik hangat tapi tidak ada kekerasan. M. Natsir memakai nama samaran Mukhlis. Mereka semua adalah tokoh-tokoh dan negarawan yang sangat berkarakter. kembali kepada topik Lady Gaga di atas. Ratna Sarumpaet juga diberi kesempatan untuk bicara. Ratna sangat emosional. Bahkan sangat menyayangkan kekerasan demi kekerasan terjadi di negara ini tanpa kehadiran pak SBY ( Susilo Bambang Yudoyono).

Menurut Ratna, menyeruaknya aksi kekerasan yang demikian massif ini karena ketidakhadiran pak SBY. Negara ini sudah pada tingkat sangat menakutkan dan mengerikan. Saya sedikit menyesal terlahir di Indonesia, keluhnya. bagi Ratna, Lady Gaga tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Kita beri kesempatan Lady Gaga untuk tampil konser, tapi diberitahu bahwa Anda bisa tampil dengan memperhatikan sopan santun dan adat Indonesia. Mungkin Lady Gaga diberi baju Kebaya atau kita menawarkan desainer kita. Ada lagi komentar dalam diskusi itu, bahwa promotor Lady Gaga harus segera ditangkap karena telah menipu rakyat. Ibaratnya, seseorang mencintai seorang perempuan. “Disentuh” dulu baru dilamar. Ini kan kurang baik.

Ada lagi komentar mengenai kekerasan atas nama agama. Ada orang sementara beribadah di gereja. lalu ada massa yang mengamuk di luar gereja. Polisi justru mengevakuasi jama’ah yang sedang beribadah. Mengapa bukan mereka yang melakukan kekerasan yang diamankan. Di sinilah polisi dituduh lagi sebagai berpihak sesuai dengan pesanan”.

K. Said Aqiel berkomentar, sebetulnya kedatangan seribu Lady Gaga tidak akan menggoyahkan ima. Warga nahdhiyyin tetap akan beriman. Coba lihat muslimat Nahdhatul Ulama, mereka memakai jilbab, bukan karena disuruh tapi atas dasar kesadaran mereka sendiri. Mereka beriman karena dari dalam hati sendiri, bukan karena aspirasi masyarakat. Kalau semua rakyat Indonesia menjadi warga NU, maka semua masalah selesai. Hadirin tertawa. Prof. Mustafa Ali Ya’qub mengajukan pendapat. Bahwa setidaknya ada tiga ulama besar yang menfatwakan bahwa tidak boleh melakukan pencegahan terhadap suatu kemungkaran dengan menimbulkan kemungkaran baru.

BACA JUGA :   Berkah

Demikian yang dinyatakan Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulum al-Din; Syaikh al-Islam, Ibnu Taimiyah, dalam kitabnya: al-Hisbah, dan satu lagi guru besar di Baghdad yang saya lupa namanya, kemungkinan Prof. Zaidan. Belum selesai Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengajukan pendapatnya yang lain, Eggi sujana interupsi dengan mengajukan ayat: …asyidda’u ‘ala al-kuffar ruhama’u bainahum; kita harus bersikap keras kepada orang-orang kafir, dan saling mengasihi antara sesama muslim. Lalu Prof. Mustafa Ya’qub menyanggahnya dengan mengatakan, bahwa sewaktu Barack Obama datang, saya menghadiahinya sebuah buku yang saya tulis, yang bertemakan: Islam adalah agama damai. adapun ayat …asyidda’u ‘ala al-kuffar… adalah ketika dalam suasana perang. Sambil Prof Mustafa menunjukkan rekaman sejarah perjalanan Islam yang sangat toleran.

Pada masa Nabi Muhammad shalla Allah ‘alaih wa sallama masih hidup, di Madinah sudah ada agama Yahudi, Kristen, Majusi, sabi’in. Di Turki, masih ada Blue Mosque yang dulunya gereja, lalu diubah fungsinya menjadi masjid, dan sekarang museum. Masih ada lukisan Bunda Maryam dengan menggendong seorang bayi. Pada bagian akhir diskusi, Karni Ilyas membaca terjemahan hadis shahih al-Bukhary: …Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barang siapa yang beriman Allah dan hari kiamat, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.

Wa Allah a’lam.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: